Kamis, 09 Oktober 2014

Sejarah Hizbul Wathan Muhammadiyah


Image result for sejarah Hizbul wathanAwal Berdirinya Padvinders Muhammadiyah

Hizbul Wathan memulai aktifitasnya paa tahun 1918. Pada saat itu, Hizbul Wathan masih bernama Padvinder Muhammadiyah. Gerakan Kepanduan dalam Muhammadiyah diawali oleh kekaguman KH. Ahmad Dahlan pada kegiatan baris-berbaris yang dilakukan oleh sekelompok anak muda berseragam. Kejadian itu terlihat di alun-alun Surakarta, ketika itu Pandu Mangkunegaran yang bernama Javaanche Padvinderij Organisatie (JPO) sedang berlatih baris-berbaris di tengah-tengah alun-alun. JPO merupakan gerakan pendidikan anak-anak di luar sekolah dan rumah.

Kekaguman tersebut diutarakan kepada Somodirjo dan Syarbini serta seorang lagi dari Sekolah Muhammadiyah di Kota Gede. Akhirnya, muncullah keinginan agar anak-anak dari keluarga Muhammadiyah dididik dengan mencontoh gerakan kepanduan serta tetap berpegang pada penghambaan kepada Allah SWT. Somodirjo dan Syarbini segera merespon dan mempelopori gerakan kepanduan di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Sekolah Dasar Suronatan dipilih untuk memulai gerakan ini, tiap ahad sore dilakukanlah latihan baris-berbaris, olah raga serta latihan-latihan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK) dengan tidak melepas unsur pengajian keislaman.

Perkembangan Padvinders Muahammadiyah cukup signifikan. Minat anak-anak muda dari keluarga muhammdiyah sangat besar. Untuk itulah maka perlu dibentuk sebuah kepengurusan untuk mengawasi Padvinders Muhammadiyah ini. Pengawasan diserahkan kepada Muhammadiyah bagian sekolahan. Dan terpilihlah pengurus yang diketuai H. Muchtar serta H. Hadjid sebagai wakil ketua untuk mengawasi Padvinders Muhammadiyah.

Untuk memajukan gerakan tersebut, direncanakan akan mengadakan studi ke JPO Solo. Agar kunjungan ke JPO Solo tersebut meriah, bagian sekolahan mengusahakan seragam, kemeja drill kuning dan kemeja drill biru, sedang untuk setangan leher untuk mudahnya menggunakan kacu yang banyak dijual ialah kacu merah berbintik hitam. Kedatangan Padvinder Muhammadiyah menggemparkan kota Solo. Di lapangan Mangkunegaran diadakan demonstrasi-demonstrasi dan macam-macam permainan sebagai perkenalan. Padvinder Muhammadiyah mendapat pelajaran yang sangat berharga dalam kunjungan ke JPO Solo.

Nama Hizbul Wathan

Nama Hizbul Wathan muncul pasca kunjungan padvinders Muhammadiyah ke JPO di Solo. Nama itu dicetuskan oleh H. Hadjid di rumah H. Hilal di Kauman. Hizbul Wathan yang berarti Pembela Tana Air dirasa cocok dengan kondisi sosial masyarakat dalam menghadapi pergolakan penjajahan Belanda. Semangat pembelaan kepada tanah air adalah semangat yang harus digelorakan kepada anak-anak dari keluarga Muhammadiyah, dan semangat lepas dari penjajahan merupakan salah satu ajaran agama Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Muhammadiyah. Pengambilan nama Hizbul Wathan diambil dari nama kesatuan tentara Mesir yang sedang berperang untuk mempertahankan tanah air mereka.

Pada tahun 1920, secara resmi Padvinders Muhammadiyah berganti nama menjadi Hizbul Wathan (HW). Kejadian itu bertepatan dengan peristiwa akan turunnya dari tahtanya Paduka Sri Sultan HB VII di Yogyakarta. Dengan maksut ikut serta memberikan penghormatan, HW akan ikut mengiringi kepindahan Sri Sultan HB VII dari keraton ke Ambarukmo pada tanggal 30 Januari 1921. Keluarga HW mendapat perhatian penuh dari masyarakat, dan mulailah HW lebih dikenal secara lebih luas.

Independensi HW dan Perkembangannya

Pesatnya kemajuan HW rupaya mendapat perhatian dari NIPV (perkumpulan kepanduan Hindia belanda sebagai cabang dari kepanduan di Negeri Belanda (NPV)). Pada waktu itu gerakan kepanduan yang mendapat pengakuan dari Internasional hanyalah yang bergabung dalam NIPV tersebut. M. Ranelf seorang pemimpin dari NIPV dan yang memegang perwakilan NPV telah datang di Yogyakarta menemui pimpinan HW, mengajak supaya HW masuk ke dalam organisasi NIPV. Usaha-usaha Ranelf selaku komisaris NIPV tiada hentinya untuk menarik HW menjadi anggota NIPV sehingga ketika Konggres Muhammadiyah tahun 1926 di Surabaya, ia mengikuti Konggres Muhammadiyah dari awal sampai dengan selesai.

Selanjutnya diadakan pertemuan lagi di Yogyakarta oleh wakil NIPV, mengajak HW masuk kedalam organisasi NIPV. HW mempunyai prinsip-prinsip yang sukar diterima oleh Padvinder. Adapun HW jika dikatakan itu bukan Padvinder, bagi HW tidak keberatan. HW adalah Hizbul Wathan, mau dikatakan itu padvinder atau bukan terserah yang mau mengatakannya. KH. Fachrudin mengetahui bahwa NIPV merupakan kepanduan yang bersifat ke-Belanda-an dan merupakan alat dari penjajah Belanda, sehingga ajakan tersebut ditolak HW. Alasan HW menolak ajakan tersebut karena HW sudah mempunyai dasar sendiri yaitu Islam, dan HW sudah mempunyai induk sendiri yaitu Muhammadiyah. Sesuai dengan induknya HW bersemangat anti penjajah, HW tidak dapat diatur menurut aturan NIPV.

Pada permulaan jaman Jepang HW masih nampak kegiatannya, bahkan ikut pawai yang diadakan oleh Jepang dalam rangka merayakan Ulang Tahun Tenno Heika, sedangkan yang memimpin pawai tersebut Bp. Haiban Hadjid. HW terpilih untuk ikut serta dalam pawai tersebut karena HW dalam baris-berbaris terkenal bagus dibandingkan dengan kepanduan lainnya. Oleh karena itu pandu-pandu dari organisasi lain memberi identitas HW sebagai Pandu Militer.

Pasang surut Gerakan Kepanduan di Indonesia juga dialami oleh HW. Sempat mengalami vakum karena kebijakan pengorganisasian Gerakan Kepanduan di Indonesia dalam satu wadah, HW kemudian berkesempatan untuk lahir kembali pasca kongres Pandu Rakyat Indonesia yang mempersilakan organisasi-organisasi kepanduan untuk dihidupkan kembali sesuai dengan sedia kala. Semangat menghidupkan kembali HW juga diilhami oleh pesan Jenderal Sudirman yang merupakan Pandu HW. Jenderal Sudirman dalam sakitnya di RS Magelang mengamanatkan agar HW didirikan lagi dan melanjutkan tujuan semula pendirian HW. Dikatakannya bahwa HW merupakan tempat yang baik untuk mendidik anak-anak Muhammadiyah agar kelak menjadi seorang pejuang yang cinta tanh air dan sekaligus taat pada agama. Oleh karena itu dianjurkan pada warga Muhammadiyah agar jangan ragu-ragu lagi untuk mendidik putra-putrinya melalui Kepanduan HW. Pendirian kembali HW dilakukan secara simbolis dengan mengadakan apel pada tanggal 29 Januari 1950, dimana pada malam harinya pasca apel, Jenderal Sudirman Wafat.

Kebangkitan Kembali HW

Kebijakan pemerintah untuk melebur seluruh organisasi gerakan kepanduan di Indonesia membuat HW menjadi tidak menampakkan eksistensinya. Hampir seluruh aktifitas kepanduan di sekolah-sekolah Muhammadiyah di dominasi oleh gerakan pramuka. Tertidurnya aktifitas HW di sekolah-sekolah Muhammadiyah seakan memendam kerinduan tersendiri bagi aktifis kepanduan di kalangan Muhammadiyah untuk menghidupkannya kembali.

Gerakan Kepanduan HW dibangkitkan kembali oleh Persyarikatan Muhammadiyah yang dinyatakan dalam deklarasinya pada tanggal 18 Nopember 1999 atau tanggal 10 Sya’ban 1420 H di Yogyakarta. Semangat kebangkitan kembali ini telah lama terpèndam, bahkan gaungnya sudah muncul sejak Muktamar Muhammadiyah di Surabaya (1980), di Solo (1985), di Yogyakarta dengan visualisasi pawai alegoris Pandu HW (1990), hingga bergaung pula ketika Muktamar di Aceh (1995). Kemudian secara nyata semangat kebangkitan ini tercurah pada saat diadakannya reuni nasional HW pada tanggal 21-23 Maret 1996 dihadiri oleh para Pandu HW Wreda dan ada pula perwakilan dari mantan Pandu NA. Semangat ini ditindaklanjuti dengan pertemuan-pertemuan rutin para Pandu Wreda HW dan NA yang membahas perlunya dibangkitkannya kembali Kepanduan HW dengan mempertimbangkan konsep baru yang selaras dengan kondisi generasi muda masa kini.

Pertimbangan Kebangkitan Semangat kebangkitan membuahkan pemikiran-pemikiran para anggota Pandu Wreda HW dan NA yang direalisasikan dalam pertemuan-pertemuan memperbincangkan tentang kemanfaatan, kendala, untung-rugi, sumber daya manusia, struktur organisasi, semangat juang insan HW dan NA, respon warga Muhammadiyah dan masyarakat, serta pemikran tentang apa yang harus dilakukan setelah bangkit kembali. Acuan pemikiran bersumber pada bukti sejarah perjalanan. Kepaduan HW, rekaman pengalaman para pemeran Pandu HW dan NA tempo dulu, fakta keberhasilan para tokoh mantan Pandu HW dan NA dalam pemerintahan/ lembaga negara/ masyarakat/ bidang pendidikan pada saat ini serta tantangan kehidupan kaum muda dewasa ini. Selain itu juga evaluasi terhadap eksistensi Pramuka masa kini, khususnya di lingkungan pendidikan sekolah Muhammadiyah, melalui basis pengamatan para pemerhati selama ini

Pertimbangan pemikiran tentang perlunya Gerakan Kepanduan HW dibangkitkan (diaktifkan) kembali telah melalui proses yang cukup lama. Perlu dikemukakan beberapa hal sebagal hasil kajian pemikiran untuk menjawab beberapa permasalahan:

a. Tantangan Zaman bagi Generasi Penerus

Lajunya perkembangan IPTEK dan budaya globalisasi di samping memberikan pengaruh pada kemajuan dunia secara positif, ternyata juga memberikan dampak negatif pada kehidupan umat yang berimbas terhadap kehidupan kaum muda sebagai generasi penerus bangsa. Kemajuan teknologi di satu sisi untuk menunjang kesejahteraan hidup umat manusia ternyata dari sisi lain bahkan dapat membuat terpuruknya sebagian dari masyarakat yang lain. Majunya dunia pendidikan untuk memberdayakan bangsa dalam mengejar kemajuan zaman ternyata semakin mahal dan semakin sulit untuk dapat diraih oleh golongan masyarakat bawah. Lapangan kerja yang tersedia ternyata tak mampu menampung kaum muda yang telah menyelesaikan studinya di suatu jenjang pendidikan. Corak kehidupan yang mengharuskan umat selalu dalam keadaan persaingan, perebutan, dan perpacuan ternyata belum dapat memberikan keseimbangannya, dalam memenuhi kebutuhan antara jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, cita-cita dan kenyataan, sehingga mengakibatkan kaum muda memiliki rasa kecemasan dan kebimbangan untuk menghadapi masa depannya.

Bagi kaum muda yang kurang memiliki kepercayaan diri dan tidak memiliki sikap kemandirian (karena kurang banyak diperkenalkan kepada latihan dan pengalaman hidup yang demikian) akan cenderung menempuh jalan pintas untuk memperoleh kepuasan diri dengan tindakan melarikan diri dari alam nyata ke alam maya, atau melakukan tindakantindakan penyelewengan yang tidak etis dan bahkan dapat melakukan perilaku yang tidak bermoral. Kaum muda dari kalangan keluarga Muhammadiyah khususnya, dan kalangan kaum muslimin pada umumnya akhirnya pun dapat terimbas oleh karakter kehidupan masyarakat yang demikian apabila tidak memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kuat. Kesibukan kehidupan modern dewasa ini membuat orang tua kurang dapat mengawasi dan membimbing anggota keluarganya secara rnaksimal. Pergaulan di luar rumah/ keluarga baik itu di sekolah maupun di masyarakat kaum muda sudah demikian ragamnya sehingga banyak memberikan pengaruh pada perilakunya. Hal ini apabila mereka tidak cermat dalam mempertimbangkannya, dan tidak dengan kesadaran yang mapan niscaya akan dapat mengakibatkan kesalahan dalam memilihnya Akibatnya mereka akan memperoleh pengaruh yang tidak menguntungkan bagi kehidupannya kelak.

b. Eksistensi Gerakan Pramuka di Sekolah Muhammadiyah

Sebenarnya keberadaan gerakan kepanduan seperti halnya Pramuka di pangkalan sekolah tidaklah perlu dipersoalkan asalkan tidak meninggalkan karakter kepanduannya (scouting). Apabila sekolah dipandang sebagal fasilitas arena/ tempat, dengan pertimbangan sebagai sarana lahan yang dapat menampung kegiatan sejumlah anggotanya untuk bergerak bermain, berlomba, berlatih keterampilan kepanduan (mengingat sarana medan latihan di banyak daerah saat ini tidak selalu mudah didapat karena padatnya pemukiman), serta menjadi fasilitas praktis untuk menghimpun dan menarik minat anggotanya yang didasari oleh kesukarelaan, maka hal itu masih dinilai tidak merusak citra kepanduan. Barulah kita menganggap hal itu menyeleweng dari asas kepanduan apabila gerakan tersebut di sekolah telah terlibat dalam bidang akademiknya, administrasinya serta birokrasinya, sehingga karakter kesukarelaanya menjadi luntur.

c. Bukti Sejarah tentang Keberhasilan Pendidikan melalui Kepanduan HW/NA

Kenyataan membuktikan bahwa Gerakan Kepanduan HW masa lalu telah berhasil mencetak putera-puteri terbaiknya tampil menjadi pemimpin bangsa dan pemimpin masyarakat, bahkan yang hingga kini masih nyata berperan baik di lembaga pemerintahan/ negara maupun di masyarakat. Tanpa mengurangi penghargaan kepada yang lain jika di sini kita sebutkan sosok almarhum Sudirman yang hingga memperoleh penghargaañ negara sebagai Panglima Besar TNI. Sampai detik inipun para beliau yang masih memegang tampuk pernerintahan, maupun sebagai tokoh masyarakat, rnasih memiliki rasa kebanggaan tersendiri bila menyebutkan dirinya adalah mantan Pandu HW.

Jika kita bergaul lebih dekat dengan para pemeran dalam kegiatan Kepanduan HW masa lalu yang pada saat ini masib dikaruniai usia panjang, meskipun mereka sudah renta dari segi fisik tetapi masih memiliki semangat hidup yang tinggi untuk selalu berusaha melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan amalan Muhammadiyah yang bersifat keikhlasan sesuai dengan kondisi dan kemampuan bidangnya masing-masing. Walaupun ini berupa kebanggaan nostalgia, tetapi ini adalah merupakan salah satu bukti keberhasilan pendidikan dalam Kepanduan HW. Masih banyak di antara mereka yang saat ini masih mampu menjabat salah satu bagian dari kepengurusan Muhammadiyah baik di tingkat yang paling bawah, maupun di tingkat yang lebih tinggi.

d. Gerakan Kepanduan HW sebagai Bentuk Pendidikan Kader Muharnmadiyah

Dengan mencermati apa yang telah dikemukakan di depan, maka dalam mengatitisipasi situasi dan kondisi umat pada saat ini sesuai dengan tugas amalan dan usaha Muhamrnadiyah, maka dipandang perlu untuk menyelamatkannya kita lakukan upaya. memperluas khasanah model pendidikan yang dipandang efektif. Apa yang pernah kita miliki dan nampak jelas hasilnya, apa salahnya kita manfaatkan lagi dengan segala modifikasinya sesuai dengan zaman sekarang.

Modal yang kita miliki masih adanya generasi tua (NW dan NA wreda) yang masih peduli dalam gerakan ini. Selain itu secara fisik dan kemampuan kita memiliki angkatan muda (keluarga Muhammadiyah maupun simpatisan) yang berketerampilan memandu, yang juga memiliki keikhlasan (kesukarelaan) berbakti demi gcncrasi penerus kita. Karenanya maka dengan dibangkitkannya kembali Gerakan Kepanduan HW, Muhammadiyah akan lebih lengkap lagi memiliki wahana pcndidikannya. Meski Kepanduan merupakan arena pendidikan di luar sekolab/ keluarga, tetapi dengan modifikasi bentuk kerja sama tanpa meninggalkan karakter "secouting"-nya. maka Gerakan Kepanduan HW inasa kini dapat dijadikan media kelengkapan pendidikan Muhammadiyah yang menghidupkan hubungan yang harmonis antara pendidikan informal (keluarga) dan pendidikan formal (sekolah). Hal ini dapat menjadi acuan pertimbangan dibangkitkannya kembali Gerakan Kepanduan HW bagi Muhammadiyah.

Sifat, Identitas, dan Ciri Khas HW

Sebagai kepanjangan tangan dari persyarikatan Muhammadiyah, maka sifat, identitas, dan cirri khas HW sedikit banyak merujuk pada prinsip-prinsip persyarikatan Muhammadiyah. Sebagaimana tertuang dalam AD/ART HW, sifat gerakan kepanduan HW dirumuskan sebagai sistem pendidikan untuk anak, remaja, dan pemuda di luar lingkungan keluarga dan sekolah, bersifat nasional, terbuka, dan sukarela serta tidak terkait dan tidak berorientasi pada partai politik. Berdasarkan sifat tersebut jelaslah bahwa HW adalah kegiatan kepanduan di luar sekolah dan keluarga yang terbuka dan tidak terkait kepentingan politik apapun. Gerakan kepanduan HW adalah gerakan yang terbuka dan sukarela sehingga tidak terdapat unsure paksaan untuk ikut atau tidak ikut dalam organisasi maupun kegiatannnya.

Sedangkan identitas gerakan kepanduan HW dirumuskan dalam dua hal, yakni HW sebagai kepanduan islami yang artinya dalam pelaksanaan metode kepanduan adalah untuk menanmkan aqidah Islam dan membentuk peserta didik berakhlak mulis. Serta HW sebagai organisasi otonom Muhammadiyah yang tugas utamanya mendidik anak, remaja, dan pemuda dengan sistem kepanduan. Gerakan kepanduan HW mendeklarasikan dirinya sebagai sebuah kepanduan yang berbasis pada nilai-nilai islami, dengan demikian setiap gerak dan langkah HW selalu merujuk pada konsep-konsep dasar akhlak islam.

Ciri khas HW hakikatnya adalah bahwa Prinsip Dasar Kepanduan dan Metode Kepanduan yang harus diterapkan dalam setiap kegiatan yang pelaksanaannya disesuaikan kepentingan, kebutuhan, situasi, kondisi masyarakat, serta kepentingan Persyarikatan Muhammadiyah. Dengan demikian maka HWmenerapkan sebuah prinsip dasar dan metode kepanduan yang kemudian diselaraskan dengan situasi dan kondisi masyarakat yang ada. Terdapat tiga prinsip dasar kepanduan dalam HW, yakni: 1) Pengamalan aqidah Islamiah; 2) Pembentukan dan pembinaan akhlak mulia menurut ajaran Islam; dan 3) Pengamalam kode kehormatan pandu. Ketiga prinsip dasar HW tersebut dilaksanakan dengan metode kepanduan HW, yakni:

1. Pemberdayaan anak didik lewat sistem beregu

2. Kegiatan dilakukan di alam terbuka

3. Pendidikan dengan metode yang menarik, menyenangkan, dan menantang

4. Penggunaan sistem kenaikan tingkat dan tanda kecakapan

5. Sistem satuan dan kegiatan terpisah antara pandu putera dan pandu puteri

Keanggotaan dan Kode Kehormatan HW

Keanggotaan HW, sebagaimana tertuang dalam AD/ART dibagi menjadi tiga kriteria, yakni anggota biasa, anggota Pembina, dan anggota kehormatan. Anggota biasa HW dipahami sebagai peserta didik putera dan puteri yang dikelompokkan menjadi empat kategori, yakni: a) Athfal, usia 6-10 tahun; b) Pengenal, usia 11-16 tahun; c) Penghela, usia 17-20 tahun; dan d) Penuntun, usia 21-25 tahun.

Dalam kriteria kedua, anggota Pembina HW terdiri dari pelatih, instruktur, dan pimpinan satuan. Semua anggota Pembina harus dibekali pelatihan yang terkait dengan tugasnya, sesuai dengan pola dan sistem pelatihan di HW. Sedangkan untuk tugas utama anggota Pembina terumuskan dalam dua hal, yakni pertama melatih pemimpin dan atau melatih serta memimpin peserta didik dan kedua adalah mengelolah dan atau memimpin kwartir atau qabilah.

Kriteria ketiga adalah anggota kehormatan, dimana yang termasuk dalam anggota kehormatan adalah para pecinta HW yang karena usia, kesehatan, atau kesibukan kerja tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan kepanduan. Anggota kehormatan terdiri atas: a) Pandu Wreda HW dan Pandu Wrena NA; b) Orang yang berjasa dalam pengembangan HW; dan c) Simpatisan HW. Anggota kehormatan dapat menjadi anggota atas rekomendasi pimpinan kwartir ataupun pimpinan qabilah yang bersangkutan.

Anggota HW terikat dengan kode kehormatan HW. Kode kehormatan umum dirumuskan dalam lima hal, yakni:

1. Kode Kehormatan Pandu HW merupakan jiwa, semangat, dan keterikatan sebagai Pandu, baik dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat.

2. Kode Kehormatan Pandu HW terdiri atas Janji dan Undang-Undang HW:

a. Janji Pandu diucapkan secara sukarela oleh calon anggota ketika dilantik menjadi anggota dan merupakan komitmen awal untuk mengikatkan diri dalam menetapi dan menepati janji tersebut.

b. Undang-Undang Pandu merupakan ketentuan moral untuk dijadikan kebiasaan diri dalam bersikap dan berperilaku sebagai warga masyarakat yang berakhlaq mulia.

3. Pengucapan Janji selalu diawali dengan basmalah, disambung dengan dua kalimat syahadat.

4. Kode Kehormatan Pandu HW, diucapkan pada saat pelantikan anggota, pelatihan, dan kegiatan lain yang diatur dalam Buku Peraturan Dasar.

5. Kode Kehormatan merupakan landasan pembinaan anggota untuk mencapai maksud dan tujuan HW.

Kode Kehormatan HW terwujud dalam Janji dan Undang-Undang yang harus dipatuhi oleh anak didik kepanduan HW. Jenjang tingkat anggota biasa HW yang empat, terbagi dalam dua tingkat Janji dan Undang-Undang HW. Yakni tingkat Athfal tertuang dalam Janji dan Undang-Undang Pandu Athfal serta tingkat Pengenal, Penghela, dan Penuntun tertuang dalam Janji dan Undang-Undang Pandu Pengenal, Penghela, dan Penuntun.

Janji Pandu Athfal adalah sebagai berikut: “Mengingat harga perkataan saya, maka saya berjanji dengan sungguh-sungguh: Satu, setia mengerjakan kewajiban saya terhadap Allah. Dua, selalu menurut Undang-Undang Athfal dan setiap hari berbuat kebajikan.” Sedangkan Undang-Undang Athfal adalah: Satu, Athfal itu selalu setia dan berbakti pada ayah dan bunda; Dua, Athfal itu selalu berani dan teguh hati.

Untuk tingkat Pandu Pengenal, Penghela, dan Penuntun maka Janji Pandu HW adalah: “Mengingat harga perkataan saya, maka saya berjanji dengan sungguh-sungguh: Satu, setia mengerjakan kewajiban saya terhadap Allah, Undang-Undang dan Tanah Air. Dua, menolong siapa saja semampu saya. Tiga, setia menepati Undang-Undang Pandu HW. Dan Undang-Undang Pandu HW untuk tingkat ini adalah:

1. HW selamanya dapat dipercaya.

2. HW setia dan teguh hati.

3. HW siap menolong dan wajib berjasa.

4. HW cinta perdamaian dan persaudaraan.

5. HW sopan santun dan perwira.

6. HW menyayangi semua makhluk.

7. HW siap melaksanakan perintah dengan ikhlas.

8. HW sabar dan bermuka manis.

9. HW hemat dan cermat. HW suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.

 
Sumber Rujukan:

0 komentar:

Posting Komentar